Minggu, 05 Mei 2013

makalah filsafat pancasila. fenomena sosial



BAB I
PENDAHULUAN
A.       PENDAHULUAN
Menentukan proses prilaku masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,sehingga masyarakat mengerti arti hukum yang ada di indonesia, dan masyarakat bisa lebih memahami hukum keadilan yang ada ,adanya ketegasan hukum bisa membuat masyarakat lebih tenang karna adanya keadilan dalam bermasyarakat. Hukum kini sangatlah lemah, maka dari itu kita harus bisa mengerti hukum yang kini menyelimuti negara kita. Adanya kelemahan hukum seorang pelaku pidana sangat santai dengan masalah yang di dapatnya karana ia mendapat hukum tidak sesuai dengan kesalahan yang ia perbuat.
Ada beberapa pandangan hukum yang berlaku di indonesia, tergntung penegaknya saja lagi yang berwewenang untuk memberikan hukum yang sesuai dengan kesalahan. Adanya ketidak tegasan hukum di indonesia membuat si pelaku tidak jera, di karenakan kurangnya ketegasan dalam menyikapi kesalahan yang di perbuat, dan ada unsur suap seperti uang, si pelaku jelas tidak mendapatkan hukuman yang sesuai dengan undang-undang. Begitu juga dengan penegak hukumnya, tergiur akan nominal yang di berikan, maka ia lupa akan kewenangan dalam penegakan hukum yang adil berdasarkan undang-undang yang sudah di terapkan.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berawal dari latar belakang tersebut, saya mencoba menyampaikan permasalahan antara lain:
1.      Bagaimana kebijakan hukum di Indonesia ?



C.      TUJUAN
Selain bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah saya tentang menyikapi kurangnya ketegasan hukum di Indonesia, kita juga bisa tahu bagaimana keadaan hukum di Indonesia dan cara untuk menyikapinya.
                                                     






















BAB II
PEMBAHASAN

1.     PENGERTIAN KETEGASAN  HUKUM
Sistem Hukum di kembangkan berdasarkan sumbernya, masyarakat ingin mendapatkan kehidupan yang adil dan sejahtera. Dengan ini hukum tidak identik dengan keadilan tetapi bertujuan untuk mewujudkan kepentingan rakyat.
Dengan demikian hukum menjadi fungsi ketertiban masyarakat dan hukum perlu juga memberikan perspektif kedepan. Masyarakat di harapkan mentaati hukum bukan karna takut terhadap sanksi yang di berikan oleh hukum tetapi menmyadari hukum sebagai kontrak sosial yang patut di taati dan menjadi pencerminan keadilan.[1]
Ketegasan di sini ialah, tidak memilih mana seseorang yang harus di tolong dan mendapat keadilan secara baik. Ketegasan mengacu kepada sistem kerja penegak hukum yang propesiaonal sehingga hukum dapat di laksanaka Berdasarkan kebutuhan untuk mengorganisasikan reaksi yang demikian ini , maka hukum yang cocok di pakai ialah hukum pidana. Dalam mengamati fungsi hukum pidana dengan demikian tampak bahwa hubungan antar individu dengan masyarakat terjadin secara langsung. Artinya bahwa perbuatan anggota masyarakat menyerang hati nurani sosial.
Hukum di Indonesia saat ini kurang baik, masih bisa di interpensi. Negara kita belum terbebas, untuk lebih bisa menegakkan hukum kita harus berani melawan atau menegakkan hukum tersebut , bila kita merasa ada keganjalan dalam mengatasi sebuh masalah, jangan takut akan bersuara. Karna kita tau itu sebuah kesalahn kenapa kita tidak bisa melawan hukum yang kurang adil di indonesia, itu semua terjadi untuk kebaikan negara kita agar tidak adanya hukum yang lemah.

Hukum ialah penjeraan dan sekaligus penangkalan ,dan hukum ganjaran. Penjeraan sebagai efek hukum menjauhkan siterhukum dari kemungkuinan mengulangi kejahatan yang sama. Hukum sebagai penangkalan tercermin pula pada kasus-kasus hukum mati karena pelanggaran undang-undang. Dalam kasus semacam itu,  di mana hukum di maksud sebagai  penjeraan dan penangkalan, setiap eksekusi mati mengahiri kesempatan bagisi terhukum untuk membuktikan bahwa ia jera dari kejahatan. dengan benar dan seimnabang. Tidak banyak di temukan penegak hukum yang adil  dalam melaksanakan tugas, sehingga tidak  ada keadilan yang di dapat bagi kaum yang lemah. Kurangnya kinerja penegak hukum yang tegas sehingga hukum di indonesia bisa di katakan lemah.[2]
Pengertian hukum tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Marcus tullius Cicero (106-43 SM), ahli hukum terbesar bangsa romawi , pernah mengatakan, dimana ada masyarakat disitu ada hukum ( ubi societas, ibi ius). Selanjutnya pengertian hukum pun tidak dapat dipisahkan dalam Negara dalam arti luas  ( masyarakat bernegara ).
Berbicara tentang Negara, kita berbicara tentang organisasi  kekuasaan, sehingga hukum pun erat sekali hubungannya  dengan kekuasaan. Seperti dinyattakan oleh Mochtar Kusumaatmaja (1970: 5), hukum tanpa kekuasaan adalahb angan-angan dan kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman. Hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksanaanya, sebaliknya kekuasaan itu sendiri ditentukan batas-batasnya.[3]

2.     HUKUM  DI INDONESIA
Perkembangan hukum di Indonesia menimbulkan berbagai reaksi dari sudut pandang yang berbeda-beda. Reaksi ini tidak terlepas dari berbagai faktor baik dari dalam lembaga penegak hukum itu sendiri maupun pengaruh dari luar. Ketidak profesionalisme para aparat penegak hukum itu sendiri yang menciderai wibawa hukum di Indonesia, baik sifat Arogansi sampai keterlibatan penegak hukum dalam kasus hukum yang sedang di tanganinya. Perilaku aparat penegak hukum yang demikian seyogianya wajib dilenyapkan dari NKRI yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Jika dalam dunia perdagangan pembeli adalah Tuan, motto inilah yang seharusnya di terapkan oleh aparat penegak hukum, “Masyarakat adalah Tuan”. Bukankah karena keberadaan masyarakat, ia baru ada? Bukankah tugasnya untuk kepentingan masyarakat?
Saat ini Hukum di Indonesia juga di pengaruhi oleh kekuatan politik, perang kepentingan politik berimbas kepada penegakkan hukum yang tidak berpihak kepada kepentingan umum atau masyarakat luas, keprihatinan masyarakat atas kasu-kasus yang terjadi baik yang sedang di proses oleh aparat penegak hukum maupun yang telah selesai di proses dan mendapat kekuatan hukum tetap berdampak kepada kurangnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum, yang berakibat kepada tindakan Main hakim sendiri (Eigen Rechting) atas apa yang menurutnya mengganggu kepentingan pribadi ataupun kelompoknya.
Hal lain yang mempengaruhi citra dan pandangan masyarakat terhadap penegakkan hukum adalah pemberitaan oleh media yang tidak berimbang kepada publik. Media sebagai pilar demokrasi yang mempunyai tugas memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi dan pengetahuan haruslah patuh kepada nilai dan azas hukum. Dalam realita sehari-hari Media terkesan menciptakan satu peradilan publik yang membentuk satu opini publik yang bebas memvonis orang salah atau benar tanpa melalui prosedur yang di atur dalam perundang-undangan, hal ini bertentangan dengan azas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Azas ini di tujukan ke arah tegaknya hukum, keadilan, perlindungan harkat dan martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum.[4]
Melihat hukum yang ada di Indonesia sangat memprihatinkan, dimana hukum bisa dijual belikan tidak jarang pula lebih mengedepankan moral kemanusiaannya. Karena aparat hukumnya mengkesampingkan hukum dan lebih mengedepankan sisi kemanusiaannya, terlihat jelas hukum di indonesia lemah. Beda lagi dengan seorang koruptor yang merugikan negara , mereka juga bisa bebas atau mendapatkan hukuman tidak sesuai dengan tindak kejahatannya. Seharusnya bagi para koruptor hukuman yang patut ya hukuman mati, akan tetapi hukum di Indonesia hukuman bagi koruptor masih sangat ringan, ada pula koruptor yang tidak tersentuh hukum.
Letak kesalahan hukum di Indonesia adalah aparat hukum tidak tegas , Selain itu juga hukum masih dikesampingkan dan hukum dapat dibeli. Oleh karena, aturan demikian tidak membuat jera para pelaku tindak pidana.
Hukum di indonesia terlalu lemah , sehingga dapat di manfaatkan oleh oknum yang memmerlukan uang, dengan uang ia memberikan sansi yang tidak sesuai dengan kesalahan yang di buat seorang pelaku tersebut, ia masih bisa keluar masuk tahanan dengan semaunya.
Ketimpangan perlakuan hukum di negara Indonesia sudah banyak terjadi dalam masyarakat. Hal ini menggambarkan betapa lucunya hukum di Indonesia ini, negara yang dikenal sebagai negara hukum beserta perangkatnya tentu sudah sangat mengerti bagaimana memberlakukan hukum bagi warga negaranya. Bagaimana seharusnya hukum tersebut tidak memandang siapapun, karena dimata hukum semua warga negara derajatnya sama. Namun hal tersebut seolah-olah hanya menjadi hal utopis bila melihat kenyataan yang terjadi di Indonesia. kaum pejabat dan memiliki uang yang banyak seakan-akan dapat membeli hukum. Mereka tidak takut hukum dan aturannya, bahkan mereka dapat menawar sangsi hukum jika mereka diketahui melakukan pelanggaran hukum. Berbeda dengan warga biasa yang hanya pasrah dan menaati hukum sesuai prosedur dan juga menerima sangsi jika melakukan pelanggaran sebagaimana mestinya.
Beberapa contoh ketimpangan perlakuan hukum antara pejabat dengan warga biasa di Indonesia salah satunya adalah adanya fenomena penjara mewah yang baru-baru ini mulai terkuak. Penjara mewah tersebut sengaja dibuat sebagai suatu konsep dengan prinsip yang mampu membayar maka akan mendapatkan fasilitas baik di dalam penjara, sedangkan yang tidak mampu membayar maka harus siap menerima fasilitas buruk dalam penjara yang bahkan kurang manusiawi. salah satu contoh kasusnya adalah di Rutan Salemba Jakarta, dimana dalam berbagai pemberitaan media menyebutkan, para tahanan kasus korupsi harus membayar Rp 30 juta untuk menempati blok penjara yang dilengkapi fasilitas mewah. Dari fakta tersebut terbukti terdapat oknum-oknum petugas penjara yang melakukan bisnis kotor di dalam rutan.
Salah satu contoh lagi bobroknya pemerintah Indonesia khususnya para pejabat dalam mempermainkan hukum terlihat dari kasus Gayus Tambunan. Gayus sendiri merupakan terdakwa kasus penggelapan pajak dan dituntut hukuman 1 tahun dan masa percobaan 1 tahun namun kemudian di vonis bebas karena tidak ada pihak pengadu kasus gayus tersebut. Beredar kabar bahwa ada kucuran sejumlah uang kepada polisi, jaksa, hingga hakim masing-masing Rp 5 miliar sehingga Gayus di vonis bebas. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum sesuai pengakuan Gayus yang mengaku bahwa praktek yang dia lakukan melibatkan sekurangnya 10 rekannya, mengatakan kasus markus pajak dengan aktor utama Gayus Tambunan melibatkan sindikasi oknum polisi, jaksa, dan hakim. Fenomena kasus Gayus tersebut cukup jelas menjelaskan bahwa adanya oknum-oknum perangkat hukum negara yang seharusnya sangat paham akan hukum dan fungsinya, justru melakukan pelanggaran terhadap hukum itu sendiri demi mendapatkan keuntungan pribadi.
Padahal dalam Pasal 27 (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Ketimpangan perlakuan hukum terhadap orang biasa dengan para kaum pejabat dan orang kaya tentu juga dapat dilihat dari fenomena yang menimpa Mbah Minah. Kasus tuduhan pencurian karena memetik tiga butir buah kakau di kebun sebuah perusahaan tanpa ijin. Fenomena kasus yang menimpa Mbah Minah ini sangat tepat sekali dijadikan bahan perbandingan dengan kasus Anggodo, yakni seorang makelar kasus yang telah terbukti melakukan percobaan penyuapan terhadap sejumlah petinggi KPK namun ia sama sekali tidak diproses hukum sebagai tersangka dengan jalan kabur ke Singapura. Berbeda dengan Mbah Minah yang hanya bisa pasrah menjalani proses hukum karena tuntutan perusahaan tempat dia memetik kakau, Anggodo dengan kekuatan uang dan kemampuan melobby pihak yang berwajib mampu membeli harga diri pejabat negara serta menawar proses hukum.
Masih banyak fenomena-fenomena ketimpangan perlakuan hukum yang sangat jelas terjadi di dalam kehidupan masyarakat negara Indonesia. Hukum yang sehat tidak hanya memberikan perlindungan berdasarkan status sosial. Melainkan kepada siapapun yang warga negara yang dikenai hukum tersebut. Hukum dapat menjamin hak dan kewajiban manusia sebagai warga negara. Namun fenomena yang justru terjadi di Indonesia sangat kental dengan ketimpangan perlakuan hukum. Terdapat juga ulah mafia-mafia hukum yang menghalalkan segala cara demi mendapatkan keuntungan pribadi dan bebas dari jeratan hukum.[5]
Ternyata tidak hanya hukum yang dapat  di beli, tetapi sekarang adanya money politik, yaitu, Rakyat memilih karna ada iming-iming janji yang menggiurkan, dan  yang pertama di berikan kepada masyarakat ialah uang, dengan syarat memilih kader atau partai yang telah memberikan uang, dengan itu, partai tersebut mendapatkan banyak suara rakyat. Tidak ada ketegasan untuk hukum di indonesia, memang yang membuat kecurangan seperti itu tidak banyak. Tetapi itu mampu membawa aparat penegak hukum yang lain  untuk berbuat curang.
Ketidakstabilan hukum yang berlaku di indonesia mengakibatkan seorang bisa mengulangi perbuatannya lagi, karna ia berfikir dengan uang ia tidak akan di hukum. Itu semua di karenakan kurangnya keimanan seorang penegak hukum di negara kita.         
 
3.     KETETAPAN HUKUM
Harus ada ketetapan atau kebijakan dengan hukum yang berlaku di indonesia, apapun itu masalah dan tindak pidanax. Ketetapan hukum yang berlaku haruslah sesuai dengan apa yang ada di undang-undang, ada sebuah ketetapan hukum tetapi tidak di jalankan secara adil , karena tidak adanya keseimbangan dalam penegak hukum dan pelaku pidana. Adanya ketetapan hukum dapat membuat hukum di indonesia di jalankan dengan keadilan dan ketegasan yang berlaku.
Hukum tumbuh dengan berpangkal pada perundang-undangan , apabila hukum menghimpun hasil dari satu masa pertumbuhan sebelumnya. Maka akan berpengaruh besar terhadap sejarah hukum, sebagai suatu gagasan mengenai hak dan kebebasan yang di dalam perkemnbangannya sesuai dalam hukum.[6]
Hukum itu bertugas memenuhi kehendak masyarakat yang paling rendah di nyatakan sebagai tujuan ketertiban hukum. Pada abad ke 19 hukum adalah meninggalkan istilah hak yang dua rangkap maknanya dan memisahkan antara tuntutan dan kebutuhan permintaan yang di akui.[7]




4.      SUBJEK HUKUM

a.       Hak dan kewajiban yang dapat di miliki oleh seorang subjek huku itu berbeda menurut perbedaan susunan persekutuan hukum di mana mereka menjadi anggotanya.walaupun ada susunan hukum yang sama, mungkin pula adanya perbedaan hak atau kewajiban dari subjek hukum
b.      Karena orang di akui oleh subjek hukum, dalam dasarnya juga menentukan apa yang menjadi nasib masyarakat dan persekutuan hukum yang ia menjadi anggotanya.
c.       Hukum itu pernyataan manusia tentang apa yang di sadari sebagai adil dalam pergaulan manusia sesama manusia. Dan hukum dalam dasarnya akan berubah,dengan merubah kesadaran manusia dalam adil tidak dalam pergaulan hidup tadi.

Maka ketetapan hukum tidak dapat di ganggu gugat, karena itu dapat menyalahi aturan yang beralaku dalam undang-undang. Penegak hukum harus lebih ekstra dalam menegagkan hukum di indonesia , dengan memperlakukan tersangka dengan hukuman yang sesuai dengan apa yang sudah di lakukan.
Hukum ada juga yang tertulis ,tetapi  di sini akan di abaikan karena di lihat dari sudut tujuan kitab ini, di anggap kurang begitu penting.
Hukum ialah keadilan suatu sifat khas , pada hukum yang tidak dapat ketentuan yang bertujuan mencapai tata tertib dan hukum itu  berkenaan dengan kehidupan manusia ialah manusia dalam hubungan antar manusia untuk mencapai tata tertib berdasarkan keadilan.[8]
Hukum yang sekarang berlaku di indonesia, yang memberikan akibat hukum kepada peristiwa dalam pergaulan hidup yang ada pada saat ini,bukan kejadian lampau. Berlakunya hukum dalam suatu negara di tentukan oleh politik masyarakat negara bersangkutan di samping kesadaran hukum masyarakat dalam negara itu.
Negara kita belum mempunyai ketentuan politik hukunya , belum dapat di ketahui karenanya kearah mana penjabat negara akan membawa hukum kita kecuali mengenai dasarnya yaitu tidak individualis, melainkan berdasarkan pancasila.[9]
Untuk sekarang kita seperti tidak memiliki hukum, karena ketidak adilan hukum di indonesia menyebabkan masyarakat berani melawan hukum dengan salahkan masyarakat kecil karena mereka mengikuti aliran dari para petinggi.
Berdasarkan kebutuhan untuk meengorganisasi reaksi yang demikian ini maka macam hukum yang cocok untuk di pakai ialah hukum pidana,dalam mengamati fungsi ini dengan demikian tampak bahwa hubungan individu dengan masyarakat terjadi secara langsung , artinya bahwa perbuatan anggota masyarakat yang menyerang hati nurani sosial segera memproleh imbalan yang setimpal dengan wujud pemidanaan.[10]
Undang-undang hukum pidana (KUHP) pasal 340 berbunyi ;barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, di ancam karena pembunuhan dengan rencana , dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.[11]
Kesalahan yang sudah di buktikan secara legal merupakan satu-satunya dasar mengapa lembaga negara berhak dan berkewajiban untuk menghukumnya. Dalam kasus-kasus kejahatan lain tuntutan proposional antara kesalahan dan hukum dapat di penuhi oleh denda atau hukuman penjara.

5.     KEBIJAKAN HUKUM
Kebijakan hukum ialah keputusan yang sudah pasti, dan tidak dapat di ganggu gugat. Karena adanya undang-undang yang sudah di tetapkan . Dengan itu hukum sudah memiliki ketetapan yang berlaku dalam semua kasus tindak pidana. Apapun persoalan hukum yang sudah di tentukan oleh undang-undang ( KUHP)  sesuai persoalan dan permasalahan yang di perbuat oleh pelaku hukum, Maka pihak pelaku hukum berhak mendapati tindak pidana sesuai pasal-pasal yang ada di KUHP yang sudah di tentukan dan di tetapkan oleh kuasa hukum tertentu dan pihak tindak pidana karena semua permasalahan dalam bentuk apapun semua sudah ada sanksi dan undang-undang tersendiri karena ada hukum tertulis dan tidak tertulis.
Kebijakan-kabijakan ini mengacu pada sistem kerja penegak hukum, apa ia bisa melaksanakan tugas secara bijak dan sesuai dengan ketentuan yang sudah ada, ataukah sebaliknya dengan kecurangan dan iming-iming uang yang di berikan si terdakwa tersebut. Sehingga tidak ada kebijakan dalam memberikan hukuman yang seimbang kepada si terdakwa.
Kebijakan yang di miliki penegak hukum haruslah , yang benar-benar mengacu pada undang-undang yang berlaku di indonesia, yang sudah ada ketetapan hukumannya.

6.     TATA HUKUM INDONESIA

1.      Hukum yang berlaku terdiri dari dan di wujudkan oleh ketentuan-ketentuan atau aturan hukum yang  saling berhubungan dan saling menentukan misalnya:
a.       Aturan hukum tentang pencabutan hak milik, berhubungan dengan aturan bahwa hak milik di akui.
b.      Bahwa ha kmilik adalah fungsi sosial ,menentukan luas kewenangan seseorang dalam menggunakan hak miliknya itu.
c.       Merupakan satu kesatuan yang bagiannya saling berhubungan ,  saling menentukan dan seimbang.

Tata hukum itu menata, menyusun, mengatur tertib kehidupan masyarakat. Tata hukum berlaku bagi suatu masyarakat tertentu , dan juga di buat di tetapkan atas daya penguasa masyarakat itu. Dalam tata hukum cara berhubungan atau cara menentukan maupun perimbangan antara bagian satu dan bagian yang lain itu adalah tertentu. Misal imbang  antara bagian yang tertulisdan bagian yang tak tertulis.[12]

2.    Tata hukum indonesia di tetapkan oleh masyarakat hukum indonesia , maka itu tata hukum indonesia adanya saan ini Negara Indonesia, yakni sedari 17 Agustus  1945.seperti yang telah di katakan dalam UUD hanya terdapat rangka atau denah tata hukum indonesia banyak ketentuan masih perlu di selenggarakan lebih lanjut dalam berbagai undang-undang.[13]
Dalam faham demikian teryata undang-undang  dasar kita itu bukanlah selubung, melainkan justru inti tata hukum indonesia nasional , yang  bertugas memperkembangkannya.tetapi itu pasti akan di tinggalkan di mana tata hukum nasional itu.

7.     SISTEM HUKUM ISLAM DI INDONESIA
Islam adalah salah satu agama yang dianut oleh masyarakat dunia saat ini dan termasuk di antara agama-agama besar di dunia, jumlahnya tak kurang dari ¼ penduduk dunia saat ini 6,8 Milyar. Sedangkan di Indonesia menjadi agama yang dianut oleh mayoritas penduduk, lebih dari 85% jumlah  penduduk. Fakta ini tidak terlepas dari sejarah masuk dan berkembangnya berbagai agama dan kepercayaan di Indonesia sejak berdirinya negara Nusantara I Sriwijaya, negara Nusantara II Majapahit, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebelum kemerdekaan,setelah kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, masa reformasi dan hingga saat ini.
Boleh dikatakan penyebaran Islam di Indonesia hampir sebagian besar merupakan andil dan peran para pedagang. Mereka yang berstatus sebagai pedagang itu ada yang dianggap sebagi wali (Wali Sanga) oleh masyarakat di Pulau Jawa. Dalam menjalankan misinya mendakwahkan Islam, tak jarang para wali menerapkan strategi dakwah melalui unsur-unsur budaya
Masyarakat tempatanIni dapat dilihat dari seni yang merupakan akulturasi nilai-nilai Islam dan budaya Jawa, misalnya wayang, penggunaan bedug, seni arsitektur masjid, perayaan keagamaan, dan sebagainya.

Perkembangan terbentuknya negara Indonesia dan tatanan kenegaraanya itu, jika dilihat dari sisi pengaturan kehidupan beragama warga negaranya, Indonesia dikatakan bukan sebagai negara agama (teokrasi) dan bukan pula negara sekuler – oleh Gus Dur dikatakan sebagai “negara yang bukan-bukan”.
Indonesia dikatakan bukan sebagai negara agama (teokrasi) yang berdasar penyelenggaraan negara pada agama tertentu saja, karena negara tidak campur tangan terhadap tata cara pengamalan, ritual masing-masing agama. Yang diatur adalah administrasi setiap agama yang ada di Indonesia sehingga dalam menjalankan kegiatan agama dan keagamaan tidak berbenturan dan mengganggu agama lain.
Di sinilah pentingnya menjaga dan membangun Kerukunan Umat Beragama sebagai salah satu tugas Negara untuk melindungi setiap warganya dalam memeluk agama dan beribadat menurut kepercayaannya.
Indonesia juga bukan negara sekuler apalagi negara atheis, karena negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa seperti tercantum dalam Sila Pertama Pancasila dan pasal 29 UUD 1945 dan pasal 29
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.  Tidak membenarkan warga negaranya hidup tanpa memeluk agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam konstelasi sistem hukum dunia atau sistem hukum utama (major legal system), hukum Islam (Islamic Law) diakui dalam masyarakat Internasional di antara hukum hukum lainnya seperti Hukum Sipil (Civil Law), Hukum Kebiasan Umum (Common Law), Hukum Sosilis (Socialist Law), Sub-Saharan Africa, dan Far East.

Hukum Syar’i
Hukum Syar’i, dalam banyak istilah disebut hukum syara’ atau hukum syari’at atau hukum syari’ah, dan oleh dalam masyarakat Indonesia lebih dikenal sebagai Hukum Islam adalah salah satu sub sistem hukum yang berlaku di negara Indonesia dan menjadi unsur yang membentuk (sumber bahan hukum) sistem hukum nasional Indonesia. Disamping itu ada dua sub sistem hukum lagi sebagai sumber bahan hukum yaitu hukum barat dan hukum adat.
Secara lughawi (etimologis) syari’at berarti jalan ke tempat pengairan atau jalan yang sesungguhnya harus dituruti. Syari’at juga berarti tempat yang akan dilalui untuk mengambil air di sungai. Maka dapat ditegaskan di sini syari’at adalah segala aturan Allah yang berkaitan dengan amalan manusia yang harus dipatuhi oleh manusia itu sendiri. Sedangkan segala hukum atau aturan-aturan yang berasal atau dibangsakan kepada syari’at tersebut disebut hukum syar’i.
Sedangakan syari’at/syari’ah dalam pengertian terminologis adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah swt, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan makhluk lainnya.
Di dalam ajaran Islam sendiri tidak dikenal istilah hukum Islam (hanya merupakan istilah khas di Indonesia). Dalam Alquran dan Sunnah istilah hukum islam (al-hukm al-islam) tidak ditemukan. Namun yang lazim digunakan adalah kata hukum syar’i, hukum syara’, syari’at islam, yang kemudian dalam penjabarannya disebut istilah fiqh, artinya adalah menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakan sesuatu dari padanya (secara terminologis).
Para ulama fiqh/ushul fiqh kemudian menetapkan defenisi hukum Islam (selanjutnya pemakalah sebut hukum syar’i) antara lain sebagai berikut:
- Dikemukakan oleh Al-Baidhawi sebagai berikut: “Firman Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, baik berupa tuntutan, pilihan, maupun bersifat wadh’i”. – Dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah: “Firman (titah) Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf yang bersifat memerintahkan terwujudnya kemaslahatan dan mencegah terjadinya kejahatan, baik titah itu mengandung tuntutan (peruntah dan larangan) atau semata-mata meneragkan pilihan (kebolehan memilih) atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat, atau penghalang terhadap suatu hukum”.
Adapun syari’at dalam literatur hukum Islam, mempunyai tiga pengertian sebagai berikut:
1.      Syaria’ah dalam arti hukum yang tidak dapat berubah sepanjang masa.
2.       Syariah dalam pengertian hukum Islam/Hukum Syar’i, baik yang tidak berubah sepanjang masa maupun yang dapat berubah sesuai perkembangan zaman.
3.      Syari’ah dalam pengertian hukum yang terjadi berdasarkan istinbath dari Alquran dan Hadits (fiqh), yaitu hukum yang diinterpretasikan oleh para sahabat Nabi saw, hasil ijtihad dari para mujtahid dan hukum-hukum yang dihasilkan oleh ahli hukum Islam melalui metode qiyas dan metode ijtihad lainnya.

Dalam Pasal 24 (1)
(1) Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.
Dengan demikian hukum syar’i adalah hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia mukallaf dalam bidang fiqh Islam (syari’ah), bukan hukum berkaitan dengan akidah dan akhlak. Karena syari’ah Islam secara luas meliputi meliputi aqidah/iman/sistem keyakinan, syari’ah/islam/sistem hukum, dan akhlak/ihsan/sistem moral.
Pada dimensi lain penyebutan hukum syar’i selalu dihubungkan dengan legalitas formal suatu negara, baik yang sudah terdapat dalam kitab-kitab fiqh maupun yang belum. Jika demikian, hukum syar’i bukan lagi sebagai hukum Islam in absracto (pada tataran fatwa atau doktrin) melainkan sudah menjadi hukum Islam in concreto (pada tataran aplikasi dan pembumian).
Sebab secara formal sudah dinyatakan berlaku sebagai hukum positif, yaitu hukum yang mengikat dalam suatu negara. Misalnya di Indonesia Hukum Syara’ diterapkan dalam Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Zakat dan Wakaf, dan sebagainya.
Kata yang sangat dekat hubungannya dengan perkataan syari’at adalah syara’ dan syar’i yang diterjemahkan dengan agama. Oleh karena itu jika berbicara tentang hukum syara’ yang dimaksud adalah hukum agama yaitu hukum yang ditetapkan oleh Allah dan dijelaskan oleh rasulNya, yakni hukum syari’at, kendatipun kadang-kadang isinya hukum fiqih.
Dari perkataan syari’at kemudian lahir perkataan tasyri’, artinya pembuatan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari wahyu dan sunnah yang disebut tasyri’ samawi, dan peraturan yang bersumber dari pemikiran manusia yang disebut tasyri’ wadh’i.
Kalau berbicara tentang hukum Islam di Indonesia, maka yang dimaksud adalah bagaimana hukum yang berlandaskan hukum syar’i itu diterapkan terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi pada kaum muslimin.
Berbagai pendapat ulama dalam mendefinisikan hukum syar’i pada prinsipnya sependapat bahwa ia (hukum syar’i) adalah perintah Allah swt terhadap manusia dalam menjalankan kehidupannya, yang berisi aturan/pedoman dalam berhubungan dengan Allah swt, sesama manusia dan makhluk lainnya. Sumbernya berasal dari Alquran dan Alhadits serta ijtihad para ulama, dan biasanya hanya mencakup masalah fiqhiyyah/ibadah, bukan aqidah dan akhlak.[14]

Dalam pasal 29 (1) dan (2)
(1)Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.



8.     NORMA-NORMA BAGI PENEGAK HUKUM
Yang dimaksud disini adalah norma-norma atau kaidah-kaidah yang wajib ditaati oleh para  penegak atau pemelihara hukum. Norma-norma tersebut harus ditaati terutama dalam “menggembalakan ” hukum, menyusun serta memelihara hukum. Menurut O. Notohamodjojo, ada empat norma yang penting dalam penegakan hukum yaitu :
a.       Kemanusiaan
Norma kemanusiaan menntut supaya dalam penegakan hukum, manusia senantiasa diperlakukan sebagai manusia, sebab ia memiliki keluhuran pribadi.
b.      Keadilan
Keadilan adalah kehendak yang ajeg dan kekal untuk memberikan   kepada orang lain apa saja yang menjadi haknya.
c.       Kepatutan
Kepatutan atau equity  adalah hal yang wajib dipelihara dalam pemberlakuan UU dengan maksud untuk menghilangkan ketajamannya. Kepatutan ini perlu diperhatikan terutama dalam pergaulan hidup manusia dalam masyarakat.


d.      Kejujuran
Pemelihara hukum atau penegak hukum harus bersikap jujur dalam mengurus atau menangani hukum, serta dalam melayani “ justiable” yang berupaya untuk mencari hukum dan keadilan. Atau dengan kata lain, setiap yurist dapat diharapkan sedapat mungkin memelihara kejujuran dalam dirinya dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang  curang dalam mengurus perkara.

Jadi, norma-norma tersebut perlu ditekankan dan dituntut pada setiap pemelihara atau penegak hukum, terutama pada zaman atau kurun waktu dimana norma-norma Etika melemah dalam masyarakat . para yurist, melalui penyadaran atas norma-norma tersebut, diharapkan dapat menjaga moralitasnya yang setinggi-tingginya di dalam menggembalakan hukum.[15]

9.     CIRI-CIRI DAN UNSUR HUKUM
 Hukum memiliki cirri-ciri sebagai berikut
a.       Adanya perintah atau larangan
b.      Perintah atau larangan itu bersifat memaksa/mengikat semua orang.
Hukum mengandung beberapa unsur berikut.
a.       Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
b.       Peraturan itu dibentuk badan-badan resmi yang berwajib/berwenang.
c.       Peraturan itu bersifat memaksa.
d.      Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas dan nyata.[16]

10.NILAI-NILAI HUKUM
a.   Hak-hak hukum individu
Perkembangan individu yang membuat yang membuat berkemampuan sepenuhnya , adalah suatu gagasan yang lama , yang melekat pada demokrasi. Gagasan tersebut di beri dasar baru dan lebih dalam oleh konsepsi mengenai hubungan spritual langsung antara tuhan dan individu.tetapi kecendrungan baru telah memodifikasi individu yang tak kenal kompromi. Sebagai tujuan masyarakat  mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan keadaan di mana kemauan orang lain di bawah hukum umum yang meliputi kebebasan. Hubungan individu dengan hak sesamanya dalam masyarkat  secara bertahap mengubah cecara mendalam nilai-nilai hukum.di lain pihak masyarakat itu sedang dalam proses memperluas bidang hak-hak individu.
b.      Kebebasan hukum
Penerapan prinsif  menyebabkan perubahan secara bertahap dalam kebebasan individu untuk mengadakan kontrak dengan banyak pembatasan yang telah di analisa sebelumnya dalam buku ini.  Dalam hal ini kebebasan berkntrak memberi jalan bagi kesederajatan dalam berunding. Mereka melepaskan kebebasan dalam teori untuk perbaikan materil. Yang ingin menjadi saingan atau yang karena alasan lain berselisih dengan pimpinan serikat. [17]

























BAB III
PENUTUP

1.      KESIMPULAN
Jadi hukum di indonesia harus lebih di tegaskan lagi dengan upaya  untuk membangun negara yang  adil, jujur, dan bertanggung jawab terhadap tindak pidana yang seseorang lakukan ,dan di hukum berdasarkan ketentuan hukum per undang-undangan.
Dengan adanya ketegasan dan ketetapan hukum di perlakukan maka seorang yang bersalah  tidak akan mengulangi kesalahan yang ia perbuat di karenakan  mendapat hukuman yang sesuai dan menjerakan si pelaku untuk tidak  berbuat kesalahan lagi.maka indonesia harus memiliki ketegasan dalam menangani masalah hukum di negara kita.
Hukum kita terlalu lemah untuk sekarang, karna adanya oknum-oknum penegak hukum yang tidak bertanggung jawab atas jabatannya, memaang tidak terlalu banyak yang berbuat kecurangan, tetapi dengan adanya kecurangan tersebut membuat penegak hukum ketagihan untuk melakukan kecurangan tersebut dengan menerima iming-iming yang di janjikan oleh si pelaku dalam kasus dan masalah yang cukup berat.
Jadikan lah negara kita sebagai negara yang mempunyai hukum yang tegas, bertanggung jawab dan mempunyai ketegasan dalang menangani masalah atau kasus-kasus yang  terjadi sekarang ini, seperti halnya dengan kasus yang marak di bicarakan sekarang, seorang indonesia memiliki masalah di negaranya sendiori lalu ia pergi meninggalkan negara indonesia dan pindah ke negara lain untuk menghilangkan jejak kesalahannya. Seharusnya penegak hukum harus bisa menamngani masalah ini dengan mencari dan menghukum seseorang tersebut karna tindakannya.


2.      SARAN
Sebagai masyarakat Indonesia maupun masyarakat bawah, menengah ataupun atas/elit kita harus sadar akan hukum yang berlaku di Indonesia dan juga untuk para penegak-penegak hukum di Indonesia harus menoleh lagi kepada ketetapan-ketetapan dan norma-norma hukum yang sudah ada dalam UUD maupun dalam Agama, kalau kita semua ingin ketegasan hukum harus di tegaskan seperti apa yang di inginkan, maka kiita semua harus taat dan patuh pada peraaturan, baik peraturan pemerintah maupun peraturan dimana saja kita berada.
Saya sebagai penyusun makalah ini yang mengutip dari beberapa buku dan websites saya harap saran dan kritik yang membangun dalam pembuatan makalah ini.



















Daftar Pustaka
E. Sumaryono, etika profesi hukum (Yogyakarta:kasinus 1995),h.115



Kusumadi Pudjosewojo,pedoman pelajaran tata hukum (Jakarta:Aksara Baru.1986).,h.62

Prof. darji Darmodiharjo, S.H. DR. Shidarta, S.H., M.Hum, filsafat hukum (Jakarta:Gramedia pustaka utama 1995),h.208

Retno Listyarti dan Setiadi pendidikan kewarganegaraan (Jakarta:Erlangga.2008),h.48

Roscoe pound ,pengantarfilsafat hukum (jakarta:bhratara 1996),h. 32

Satjipto rahardjo, hukum dan perubahan sosial(bandung 1983),h.34
Soediman kartohadiprrodjo, pengantar tata hukum indonesia (bandung: PT.pembangunan ghalia indonesia),h. 19

Soerjanto poespo wardojo, filsafat pancasila (Jakarta:Gramedia pustaka utara 1989),h.161

W.friedmann,teori filsafat hukum (jakarta: rajawali pers,1990).,h.45

Yong ohoitimur,teori etika hukum legal (jakarta:gramedia pustaka utara 1997),h.34
Young ohoitimur,teori etika tentang hukum legal (jakarta: PT gramedia pustaka utama),h.45


[1] Soerjanto poespo wardojo, filsafat pancasila (Jakarta:Gramedia pustaka utara 1989),h.161
[2] Yong ohoitimur,teori etika hukum legal (jakarta:gramedia pustaka utara 1997),h.34
[3] Prof. darji Darmodiharjo, S.H. DR. Shidarta, S.H., M.Hum, filsafat hukum (Jakarta:Gramedia pustaka utama 1995),h.208
[4] http://trimenhukumbloganda.blogspot.com/2012/04/perkembangan-hukum-di-indonesia.html
[5] Diakses dari http://nahimunkar.com/1495/mbah-minah-diproses-hukum-anggodo-tidak-dan-para-koruptor-dibebaskan/
[6] Roscoe pound ,pengantarfilsafat hukum (jakarta:bhratara 1996),h. 32
[7] Ibid.,h.35
[8] Soediman kartohadiprrodjo, pengantar tata hukum indonesia (bandung: PT pembangunan ghalia indonesia),h. 19
[9] Ibid.,h.49
[10] Satjipto rahardjo, hukum dan perubahan sosial(bandung 1983),h.34
[11] Young ohoitimur,teori etika tentang hukum legal (jakarta: PT gramedia pustaka utama 1997),h.75
[12] Kusumadi Pudjosewojo,pedoman pelajaran tata hukum (Jakarta:Aksara Baru.1986).,h.62
[13] Ibid.,h.63
[14] http://hukum-on.blogspot.com/2012/06/sistem-hukum-islam-di-indonesia.html
[15]  E. Sumaryono, etika profesi hukum (Yogyakarta:kasinus 1995),h.115
[16] Retno Listyarti dan Setiadi pendidikan kewarganegaraan (Jakarta:Erlangga.2008),h.48
[17] W.friedmann,teori filsafat hukum (jakarta: rajawali pers,1990).,h.45